Garam Kusamba Bali Berkualitas Tinggi
Masakan apapun jika tidak menggunakan garam rasanya aneh dilidah kita, apalagi kita sudah terbiasa makan masakan menggunakan garam. Menggunakan garam dalam sebuah masakan seolah-olah menjadi hal yang wajib dilakukan oleh seorang juru masak. Akan sangat mringgani (berbahaya) jika seorang juru masak sampai lupa tidak mengasih garam pada masakannya.
Garam kusamba Bali berbeda dengan garam pada umumnya, kristal putih pada garam mempunyai rasa khas umami (gurih). Taburkan garam kusamba diatas makanan seperti sayur, ikan, daging, dan makanan lain yang cocok menggunakan garam, membuat rasa semakin mantap dan dapat menggoyang lidah kita.
Yang mengagumkan dari garam ini, walaupun tanpa ditabur dalam sebuah hidangan, garam beryodium ini sudah terasa enak dilidah. Garam kusamba mengandung lebih dari 80 mineral alami, sehingga mudah terserap oleh tubuh kita. Garam ini diproduksi secara tradisional dan sudah teruji secara klinis oleh lembaga kesehatan.
Proses pembuatan garam kusamba membutuhkan kesabaran yang ekstra, ada rangkaian kegiatan berhari-hari sampai garam berkualitas siap digunakan. Dari proses pengambilan air, penjemuran dan lain-lain. Lokasi pembuatan garam kusamba terletak di desa susamba, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Wilayah tersebut merupakan salah satu tempat penghasil garam berkualitas terbaik di dunia.
Produksi garam kusamba di daerah pesisir Pantai Pesinggahan, Klungkung. Disana banyak rumah ijuk kecil berdiri, rumah itulah yang menjadi tempat penyimpanan garam yang sudah jadi. Dirumah itu juga para petani garam kusumba melepas lelahnya sambil menanti garam olahan mereka jadi.
Para petani membuat garam dimulai dari membawa air laut ke tempat ladang garam, yaitu pasir pantai yang panas di bawah terik matahari. Proses ini diulang-ulang sebanyak tiga sampai empat kali penyiraman, sehingga mendapat air garam yang pertama. Jika cuaca panas, setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 4 jam untuk menunggu pasir kering, hal ini dinamakan proses penyulingan.
Cuaca panas merupakan doa bagi para petani garam kusamba sebelum berangkat bekerja. Karena hujan bagi mereka sebuah malapetaka, memanen air laut menjadi garam di tengah hujan itu tidak bisa, jadi para petani garam terpaksa beristirahat jika hujan turun.
Gumpalan pasir yang ada di ladang mereka, kemudian akan dijemur kembali didalam palungan. Palungan merupakan bilah-bilah pohon kelapa yang digunakan dalam proses pengkristalan garam kusamba. Paling tidak memerlukan waktu sekitar dua hari untuk proses penjemuran menjadi garam di bawah matahari yang panas.
Peran sinar matahari sangat penting dalam hal ini, panas yang cukup membuat air mengkristal. Butiran-butiran kristal inilah yang menjadi garam murni berkualitas tinggi. Dengan menggunakan topi atau caping gunung untuk melindungi kepala dari panas yang menyengat, tangan mereka mengambil kristal garam dengan tempurung kelapa.
Dengan ketekunan dan kesabaran dalam proses pembuatan garam membuahkan hasil yang baik, butiran-butiran garam kecil khas kusamba Bali tersebut siap dikonsumsi. Sisik-sisik kristal yang terbentuk di permukaan diambil dan dikemas didalam besek daun lontar khas buatan tangan desa tersebut.
Setiap cuaca panas, para petani garam per hari memperoleh 10 sampai 15 kg garam. Garam tersebut dijual ke pedagang yang datang ke desa itu dengan harga Rp 1.200 per kg. Akan tetapi jika cuaca mulai memburuk dan hujan mulai sering turun, harga garam bisa naik menjadi Rp 3.000 per kg.
Iya harga tersebut memang tidak sesuai dengan kerja keras yang mereka lakukan selama berhari-hari dalam proses pembuatan garam. Salah satu petani yang masih bertahan bernama Nyoman Warta, beliau melestarikan tradisi garam kusamba. Ratusan petani lainnya memilih berhenti menanti sang kristal putih, mereka beralih pekerjaan. Tak ada lagi generasi penerus, generasi muda kebanyakan kurang tertarik dengan pekerjaan tersebut, hal ini tentu akan menjadi masalah untuk kedepannya.
Garam terbaik cepat atau lambat akan hilang, seiring kepunahan para petani garam. Sekarang hanya sedikit saja para petani yang tersisa mempertahankan usahanya demi memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga. Dan juga melestarikan sumber daya alam yang sudah memiliki nama tersohor di kawasan kusamba.